Sapa Senja

Perempuan Di Akhir Senja

“Capek. Tapi yaudah. Setiap orang ada plus minusnya, kebetulan aku dapetnya yang gila kerja dan ga romantis. Pikirannya terlalu teknis dan kaku. Jujur kayak cinta sendirian sekilas ya tapi dibalik itu semua beneran dia baik, tapi emang kaku dan ga romantis aja. Jalan 8 tahun dia masih nyuirin ayam atau ikan kalau lagi makan di luar biar tanganku ga bau, ngupasin udang, kepiting, kerang biar tanganku ga luka, bukain tutup botol air, selalu nyediain air mineral di jok tempat aku duduk.”

Kalimat di atas aku dapatkan dari seorang perempuan yang sempat merasakan seperti mencintai sendirian, namun pada akhirrnya ia menjadi wanita yang paling bahagia.

Well, tulisan ini akan jadi postingan pertama yang membahas mengenai love life.

I took a step back dan coba mengevaluasi diri sendiri, “apakah aku keterlaluan?” “apakah aku benar-benar membebani mereka?” dan lebih banyak pertanyaan. Beberapa kali terlintas dalam pikiranku that I really do love people too much, but what can I do, that’s just who I am as a human.

Aku pernah berada di posisi seperti pasangan dari perempuan itu, atau mungkin bisa jadi aku masih akan berada di sana jika sedang menjalin sebuah hubungan. Tapi nyatanya tidak, aku sedang berperan dan berjuang sendirian. Aku tidak bisa menahan diri untuk tidak terlalu memikirkan apa yang mereka katakan tentangku. mungkin benar, tapi terkadang aku juga berkata pada diriku sendiri “isn’t that just a proof that, the person who think im weird just can’t love me the way I love them?”

Sampai sekarang belum ada yang berkata “he is romantic in his on way” my kind of love is not the kind I give for free, karena aku tahu betul bahwa aku bukanlah orang yang ‘baik’, kenapa? because when I give something, I don’t hope of receiving it back, let alone hoping to get the same amount I gave people.

There’s no one on earth who likes to be taken for granted, I’m no exception. Besides the fact that I love on my way is my choice, regardless of the risk, what’s important for me is to be seen. Because, if I felt seen, I would have felt it, it’s the same case when I’m not seen.

Kalau diingat-ingat, aku pernah menjalani sebuah hubungan dengan banyak keterbatasan, dengan banyak kekurangan yang menyebabkan pasanganku seperti berjuang dan mencintai sendirian. Namun jika boleh dibilang, apa yang mereka pikirkan tidak sepenuhnya benar. Aku pernah membaca sebuah tulisan yang isinya kurang lebih seperti ini “Jadi laki-laki ternyata berat, terlebih jika dia adalah seorang anak yang sudah terbiasa menerima tekanan batin, tekanan mental sejak masih kecil dan dipaksa dewasa sebelum waktunya oleh keadaan. Percayalah dia mudah tersinggung, mudah mengangis, mudah kecewa, sensitif dan rasa trauma yang dalam.” Tentu ini tidak bisa digeneralisir, namun aku merasa kalimat itu sangat relate denganku.

Sungguh, aku ingin berterima kasih untuk setiap orang yang pernah ‘singgah’ dan menjadi ‘rumah’. Tulisan ini juga aku dedikasikan untuk mereka yang pernah menemani berjuang bersama, menjalani pahit manisnya kehidupan di dunia. Tak lupa kata maaf yang tak bosan diucap. Banyak pelajaran yang aku dapatkan, and I hope someday, I can treat you the way you treat me.

Perempuan di akhir senja-
Siapapun kamu, orang lama maupun orang baru. Aku ingin menyampaikan, jika kelak kamu merasa seperti berjuang dan mencintai sendirian, percayalah itu tidak seperti apa yang kamu bayangkan. I’ll love and treat you with my own way. What I’m trying and fighting right now is definitely for you, too, for us in the future.

Layaknya cuaca, akan ada hujan badai, panas terik dalam satu hari, hingga akhirnya kamu akan menemukan senja sebagai penutupnya. Aku akan pastikan kamu akan jadi orang paling bahagia karna sudah mau bersabar lebih lama, menunggu hingga akhir senja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *