Almost Adulting

The Key To Surviving The Day Is Not Positivity

“Terima kasih ya bang, murah rezeky dan sehat sehat ya bang” ucap Pak Ahmad, driver ojek online yang mengantarkanku ke dua tempat berbeda–

Ini momen kesekian kalinya, di mana aku percaya bahwa Allah akan menempatkan sesuatu sesuai dengan waktu dan kondisinya. Pukul 08.00 pagi ini harusnya aku sudah berada di kampus UMA dan akan melanjutkan perjalanan ke rumah sakit Pirngadi, untuk meminta surat rekomendasi Bunda Nina dan selanjutnya mengurus surat keterangan sehat. Namun realitanya tidak berjalan sesuai rencana, alhasil aku pergi ke kampus jam setengah 12 setelah selesai rapat koordinasi di kantor.

14.30 WIB
“Setiap kejadian yang kita alamin bang, harus kita nikmatin, gitu bang kata orang-orang yang udah sukses itu. Mereka cerita pernah disepelein, dijatuhin, dijahatin dan ditinggalin” Obrolanku dengan Pak Ahmad di tengah perjalanan menuju kampus 2 UMA. Beliau adalah ayah dari 3 orang anak yang sudah berprofesi sebagai ojek online selama 7 tahun. Cerita kami cukup panjang, terlebih ini mengenai kehidupan.

Setibanya di kampus, aku menanyakan ke Pak Ahmad apakah beliau akan langsung balik atau mencari customer dulu di sekitaran sini. Karena aku hanya meminta tanda tangan Bunda Nina lalu akan segera pulang. Dan ternyata beliau bersedia menunggu untuk mengantarkanku kembali ke kantor. Setelah aku selesai, kita sempat ngobrol terlebih dahulu sebelum melanjutkan perjalanan.

“Bang percaya ga? Kalau kita ingin mendapatkan sesuatu, kita harus melepaskan sesuatu juga” Belum sempat aku menjawab, beliau melanjutkan perkataannya. “Abang tadi diberi kemudahan, pasti ada hal istimewa yang abang lakuin” Aku menanggapi perkataan Pak Ahmad sembari memberikan senyuman tipis.

Selang beberapa saat kita ngobrol, aku menanyakan ketersediaan beliau untuk foto bersama. Beliau pun mengiyakan dan sangat excited. “Kebetulan saya suka mengabadikan momen pak, ketika bertemu dengan orang baru yang memberikan pengalaman dan pembelajaran kehidupan. Saya juga suka nulis pak, jadi setiap momen yang saya lalui selalu saya tuangkan agar orang lain yang membaca tulisan saya dapat belajar dan mungkin mengambil manfaat dari cerita kehidupan yang saya dapatkan” ucapku pada beliau sebelum kita mengambil foto. “Kenapa dulu aku ga kaya abang yaa” jawab Pak Ahmad dengan sedikit tertawa.

15.15 WIB
Kita bergegas melanjutkan perjalanan, dan kali ini cerita yang kami hadirkan bisa dibilang lebih panjang. Kalau awalnya Pak Ahmad hanya mengetahui luarnya saja, kini beliau sedikit mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentangku. Beberapa pertanyaan berulang kali dilontarkan ke aku
“Menurut abang supaya rumah tangga bisa awet sampai tua itu gimana?”
“Tanggapan abang mengenai istidraj gimana?”
“Abang pernah ga marah atas cobaan yang ada?”
“Abang emang dari lahir kaya gini? Kenapa bisa sesabar dan seikhlas ini?”

Kalimat di atas adalah beberapa dari sekian banyak pertanyaan yang dilontarkan beliau.
“Salah satunya karna cobaan kehidupan yang sudah saya lalui pak, dari kecil hingga sekarang. Bahkan sampai detik ini juga saya masih belajar agar senantiasa ikhlas, sabar dan bersyukur. Kalau ditanya marah, insyaAllah belum pernah pak, dan jangan sampai. Palingan saya banyak nangisnya aja, bahkan hari ini saya sudah nangis 3 kali” jawabku kepada Pak Ahmad sembari tertawa.

“Bang, kalau dari beberapa cerita abang yang aku tangkap nih, kayanya saya kurang nangisnya aja bang. Saya belum pernah nangis dan kalau kita liat, nabi-nabi kita dulu sering nangis cerita ke Allah ketika mengalami ujian. Karna Allah suka melihat hambanya nangis kalau lagi beribadah, atau ketika sedang dapat cobaan” — “Iya pak, jujur saya dzuhur tadi baru aja nangis lagi pak hehe” responku ketika mendengar jawaban dan tanggapan Pak Ahmad yang terlihat antusias dari awal hingga akhir kita ngobrol.

Obrolan kami berakhir ketika aku turun dari motor, lalu beliau menjulurkan tangan sembari memberi doa dan harapan. Akupun melakukan hal yang sama, kemudian menyadarinya, jika saja aku pergi di pagi hari mungkin aku tidak akan bertemu dan ngobrol dengan Pak Ahmad.

Sungguh, akhir-akhir ini setiap momen dan cobaan yang aku alami banyak memberi nilai kehidupan dan pembelajaran yang pada akhirnya menempatkanku pada satu titik untuk dapat menerima segala ketetapan. Aku belajar lebih banyak hal, belajar untuk lebih mencerna dan memahami segala peristiwa yang terjadi. Orang-orang di luar sana dengan beragam aktivitasnya, dengan masalah dan dinamika kehidupannya, tentu dari kita tidak ada yang tahu apa yang sebenarnya mereka alami dan rasakan. Berbagi cerita bukanlah hal yang mudah, mengeluh bukanlah sikap yang salah. Tak satupun dari kita yang berhak untuk menilai secara mutlak.

Untuk siapapun di luar sana, kalimat di bawah ini aku dapat dari kak Fardiyandi dan tentunya aku akan share juga ke kamu. Aku yakin di antara kita banyak yang udah ambil risiko dan mengabaikan banyak pihak demi menggapai segala impian dan harapan. Kamu berharga bukan karena banyak orang yang memberimu support, kamu berharga karena kualitas hati kamu.

Kamu masih mau mencoba
Kamu masih mau berusaha
Kamu tetap berjuang untuk dirimu sendiri
Jarang ngeluh ke orang lain, semuanya kamu simpan untuk dirimu sendiri

Posisi ini ga mudah, in case belum ada yang sampaikan ke kamu “I’m so proud of you!”

Well, here’s to us.
Aapapun yang aku dan kamu rasain serta alamin, aku cuma mau ingetin. Pada akhirnya, yang 100% bisa ngertiin perasan kamu dan ngevalidasi keluhan kamu ya cuma diri kamu sendiri. Don’t seek validation from others. Instead, take the journey of self-discovery and let yourself be your own validator. And as I grew older I learned that, the key to surviving the day is not positivity, it’s acceptance. Accepting that not all days are good and happy, you will have bad days, you will make mistakes, you will fail, you’ll mess up, everything not gonna fall into places and that’s okay

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *